Program “Merangkul Matahari”: Redefinisi Ruang Publik Samarinda di Era Perubahan Iklim
Abstrak
Samarinda merupakan ibu kota Kalimantan Timur dengan luas wilayah sebesar 783 km² serta populasi
sebanyak 868.499 jiwa. Tingkat pertumbuhan penduduk kota ini sangat masif mencapai 2,2% per tahun. Hal
ini dikuatkan dengan data pada semester I 2024, jumlah penduduk bertambah sebanyak 43.802 jiwa. Sejalan
dengan peningkatan populasi, perubahan pola penggunaan lahan terjadi seiring dengan peningkatan jumlah
dalam kawasan terbangun. Tahun 2000, kawasan terbangun perkotaan seluas 17.898 hektar, atau sekitar 24,9%
dari total wilayah Samarinda meningkat menjadi 40.330 hektar atau 56,17% pada tahun 2020. Alih fungsi lahan
yang drastis ini berpotensi memperburuk fenomena Urban Heat Island (UHI).
Peningkatan suhu udara di Samarinda juga menjadi masalah yang tak terelakkan. Kota ini mengalami peningkatan
suhu yang berkontribusi terhadap kenaikan suhu permukaan Kalimantan Timur sebesar 0,9°C dalam 9 tahun terakhir.
Misalnya, tahun 2022, suhu permukaan di Samarinda tercatat mencapai 33°C, naik dari 32,2°C di tahun 2013. Kondisi
ini jauh dari indeks kenyamanan suhu di Indonesia yang berkisar antara 20 − 26°C. Selain itu, perubahan iklim juga
memicu tantangan besar lainnya termasuk risiko Samarinda yang diprediksi akan tenggelam pada tahun 2050. Sungai
Mahakam diperkirakan akan mengalami pendangkalan seiring dengan perubahan iklim dan peningkatan intensitas
banjir. Data mencatat sebanyak 631 kali kejadian banjir dari 2018 hingga 2022. Sementara, Samarinda mengalami 40
kali banjir dari 2014 hingga 2019. Kejadian banjir terbanyak terjadi pada 2019 dengan 20 kejadian banjir. Beragamnya
tantangan yang dialami kota ini, mulai dari alih fungsi lahan, intensitas banjir yang tinggi, hingga peningkatan suhu,
menjadikan Samarinda sebagai salah satu kota yang paling rentan terhadap perubahan iklim di Indonesia.