Perempuan-Perempuan Pendeta/Teolog Penggerak: Upaya PERUATI Melawan Kekerasan Berbasis Gender terhadap Perempuan
Keywords:
Perempuan Pendeta/Teolog, PERUATI, Gereja, Gerakan Keadilan Gender, WCC Berbasis GerejaAbstract
Beberapa dekade terakhir menunjukkan menguatnya agensi perempuan dalam melawan diskriminasi dan
kekerasan berbasis gender. Bukan hanya perempuan-perempuan aktivis yang berkecimpung dalam kerja-kerja
advokasi, gerakan tersebut melibatkan perempuan-perempuan akademisi, politisi, bahkan pendeta/teolog,
yang menguatkan perjuangan melawan ketimpangan, ketidakadilan, dan kekerasan berbasis gender. Lahirnya
Persekutuan Perempuan Berpendidikan Teologi di Indonesia (PERUATI) menjadi bagian dari perjuangan tersebut.
PERUATI, yang secara eksplisit mengusung feminisme sebagai perspektif dan alat perjuangan, semakin aktif
dalam kerja-kerja berteologi feminis kontekstual dan dalam gerakan praksis dan aksi kemanusiaan. Organisasi ini
tidak sekedar rumah dan gerakan yang eksklusif bagi perempuan teolog. Atas kesadaran yang lahir dari refleksi
kritis, PERUATI yang berbasis anggota yang tersebar luas di berbagai daerah juga menjadi gerakan bersama bagi
pembebasan dan transformasi. Melalui peningkatan kapasitas anggota-anggotanya, yang mayoritas merupakan
pendeta jemaat yang terafiliasi dengan beragam Gereja, PERUATI menjadi gerakan strategis dan signifikan bagi
perjuangan untuk perubahan. PERUATI mengembangkan feminisme sebagai kerangka teoritis dan metodologi
kritis mendekonstruksikan konsep-konsep dan simbol-simbol patriarki yang destruktif dan meindas, sekaligus
sebagai ideologi perjuangan bagi terwujudnya keadilan dan kesetaraan yang substantif. Artikel ini mengulas lebih
dalam bagaimana perempuan-perempuan pendeta/teolog berproses, atau “terpanggil” -- istilah dalam lingkup
misi Gereja--, menjadi penggerak perubahan. Kajian ini menelaah bagaimana kerangka feminis kritis dipahami
dan diaplikasikan dalam pelayanan gereja dan dalam perjuangan pembebasan. Studi memahami feminisme tidak
sekedar metodologi dan pendekatan kritis, tapi juga alat ideologis bagi perjuangan menemukan kembali pesanpesan
dan nilai-nilai kemanusiaan sebagai landasan dan spirit bersama mewujudkan keadilan dan kemanusiaan
yang bermartabat.