HAM dan Resiliensi Perempuan: Di Antara Eksploitasi Lingkungan dan Krisis Iklim (Studi Kasus Perempuan di Pulau Kodingareng)
Abstract
Pemanasan global berdampak serius terhadap perubahan iklim, ditandai salah satunya dengan suhu bumi
yang semakin panas. Saat ini, perubahan iklim menjadi tantangan dan persoalan hidup global paling serius
yang dihadapi oleh masyarakat dunia. Sementara, kesadaran masyarakat dunia tentang krisis lingkungan,
seperti penipisan lapisan ozon, kerusakan sumber daya alam, maupun perubahan iklim yang akan mengganggu
keberlanjutan pembangunan suatu negara masih sangat rendah.209
Pada Maret 2023, Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) atau Panel Antar-Pemerintah untuk
Perubahan Iklim merilis laporan terkini dalam Synthesis Report (SYR) IPCC Sixth Assessment Report (AR6).
Dalam laporan tersebut, IPCC menyebutkan bahwa kondisi iklim dunia saat ini semakin mengkhawatirkan akibat
berkembanganya berbagai persoalan lingkungan yang disebabkan perilaku manusia, seperti emisi gas rumah kaca,
penggunaan energi yang tidak berkelanjutan, perubahan penggunaan lahan, gaya hidup, dan pola konsumsi.210
Diposaptono, dkk (2009) menyebutkan bahwa perubahan iklim mengakibatkan perubahan fisik lingkungan di
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, antara lain berupa intrusi air laut ke darat, gelombang pasang, banjir, kekeringan,
genangan di lahan rendah, dan erosi pantai. Perubahan fisik tersebut berimbas pada segala sektor kehidupan dan
penghidupan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Perubahan fisik tersebut berdampak pada morfologi pantai,
ekosistem alamiah, permukiman, sumberdaya air, perikanan dan kondisi sosial-ekonomi maupun budaya masyarakat.211
Dampak dari perubahan iklim diperburuk dengan pencemaran lingkungan dan perusakan ekosistem pesisir dan
laut oleh manusia. Rusaknya ekosistem pesisir (mangrove, terumbu karang, dan padang lamun) mengakibatkan
erosi dan degradasi pantai dan berkurangnya nilai keanekaragaman hayati. Dampak kerusakan ekosistem laut,
langsung atau tidak langsung, dapat memengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat nelayan. Gelombang tinggi
maupun cuaca tidak menentu berpengaruh pada aktivitas perahu-perahu penangkap ikan.212 Fakta lainnya adalah perubahan iklim global disinyalir akan menjadi ancaman besar bagi hak hidup manusia.
Perubahan iklim diperkirakan dapat menimbulkan bencana-bencana alam besar, seperti badai, banjir, dan naiknya
permukaan air laut yang mengancam kehidupan manusia, terutama perempuan dan anak-anak. Oleh karena itu,
banyak negara menganggap bahwa perlindungan sistem iklim dunia berakibat positif bagi perlindungan HAM
terutama hak untuk hidup.213
Kondisi sama juga berdampak pada sisi sosial ekonomi masyarakat setempat, khususnya perempuan dalam
melakukan berbagai upaya bertahan hidup dan resiliensi (beradaptasi) di tengah kompleksitas permasalahan
hidup saat ini. Perempuan menjadi subjek yang paling merasakan dampak bencana yang ditimbulkan perubahan
iklim. Perubahan lingkungan secara tidak langsung memengaruhi ketahanan keluarga, baik segi keamanan tempat
tinggal (hunian) maupun aspek ekonomi dalam menunjang keberlangsungan hidup.
Situasi yang digambarkan narasi di atas secara faktual menjadi pengalaman pahit masyarakat Pulau Kodingareng.
Intensitas hujan di akhir tahun 2022 menandai hadirnya bencana ekologis yang menimpa masyarakat di sana.
Meski bukan kali pertama menghadapi perubahan atau peralihan musim, fakta berbeda terjadi di tahun tersebut
sebab akumulasi berbagai faktor yang mengakibatkan semakin buruknya kondisi lingkungan di Pulau Kodingareng.
Banjir rob, abrasi, hingga pemanasan global adalah beberapa bencana serius yang telah mengancam keselamatan
dan ruang hidup masyarakat setempat. Bencana tersebut ditengarai sebagai akibat dari krisis iklim dan juga,
salah satu di antaranya, akibat eksploitasi lingkungan (aktivitas penambangan pasir laut) yang pernah terjadi di
Pulau Kodingareng.
Penambangan pasir secara eksploitatif mengubah tatanan kehidupan masyarakat yang sebelumnya hidup
berkecukupan, harmonis, dan sejahtera. Masyarakat yang sebagian besar menggantungkan hidup dan mata
pencahariannya di laut sebagai nelayan mengalami kesulitan akibat wilayah tangkap semakin jauh dan ikan yang
sulit didapat. Kondisi tersebut adalah imbas dari penambangan pasir laut di lokasi yang menjadi tempat ikan
berkumpul, yang terus dikeruk hingga menyisakan air laut yang semakin dalam dan keruh.
Penelitian bertjuan untuk menjabarkan, menarasikan, dan melihat secara holistik persoalan lingkungan yang
dihadapi masyarakat Pulau Kodingareng, khususnya perempuan dalam berbagai persepktif. Kehidupan masyarakat
di Pulau Kodingareng secara umum tidak jauh berbeda dengan daerah pesisir atau pulau-pulau lainnya. Perubahan
iklim yang telah berlangsung beberapa tahun belakangan jelas terasa berbeda jika dibandingkan dengan sebelum
periode iklim yang terus berubah. Selain itu, aktivitas penambangan pasir laut yang pernah beroperasi di sekitar
Pulau Kodingareng berefek besar terhadap kondisi pulau dan masyarakat yang hidup di dalamnya.
Akumulasi dampak perubahan iklim yang diperparah oleh aktivitas penambangan pasir di Pulau Kodingareng
berimplikasi pada dua aspek. Pertama, perubahan iklim mengakibatkan krisis iklim yang memberi kontribusi
terjadinya indikasi pelanggaran HAM, khususnya pada perempuan yang menjadi subjek utama atas dampak
kerusakan yang terjadi akibat bencana. Kedua, krisis iklim mengubah pola sosial ekonomi perempuan dalam
mengupayakan bentuk kebertahanan dan upaya resiliensi (pola adaptasi) di tengah kondisi lingkungan dan
ekonomi keluarga yang tidak lagi menentu.