Pemaksaan Kontrasepsi:Menilik Kekerasan Seksual pada Disabilitas Mental dan Intelektual

Authors

  • Fentia Budiman Author
  • Thiea Arantxa Author

Keywords:

Kekerasan Seksual, Pemaksaan Kontrasepsi, Disabilitas Intelektual, Disabilitas mental, Informed Consent, UU TPKS

Abstract

Dewasa ini, individu dengan disabilitas intelektual atau mental masih sering terancam kekerasan seksual, bahkan
sering menjadi korban kekerasan seksual dari keluarga dan lingkungan terdekat. Fenomena ini memunculkan
reaksi di kalangan caregiver disabilitas untuk mencegah kehamilan, dengan cara memberikan kontrasepsi secara
paksa kepada individu disabilitas tersebut dengan alasan mereka tidak mampu menjaga diri mereka sendiri.
Mirisnya lagi, tindakan pemasangan kontrasepsi paksa ini juga sering disetujui oleh tenaga medis. Menurut UU
Tindak Pidana Kekerasan Seksual Tahun 2022, pemasangan kontrasepsi paksa sebenarnya termasuk kekerasan
seksual dan merupakan tindak pidana. Akan tetapi, implementasi perlindungan korban masih belum menyentuh
kalangan disabilitas dan lingkungan di sekitar mereka yang mungkin belum teredukasi tentang kekerasan seksual.
Di ranah kesehatan, sering kali terjadi pembiaran praktik pemasangan kontrasepsi paksa yang diakibatkan
tidak adanya standar prosedur yang jelas terkait pemberian informed consent bagi individu dengan disabilitas
intelektual dan atau mental. Secara umum dapat dipahami jika caregiver mengambil alih proses informed consent
sebagai wakil pasien yang dianggap tidak kompeten untuk membuat informed consent, akan tetapi pemindahan
kuasa tersebut seharusnya tidak dilakukan sendiri, melainkan ditentukan oleh pengadilan. Selain itu, harus
mempertimbangkan proses dan hasil terapi yang memungkinkan individu dengan disabilitas mental dan intelektual
tersebut dapat atau mampu memberikan consent.
Oleh karena itu, dibutuhkan upaya dalam mengimplementasikan UU TPKS di ranah kesehatan yang berfokus
melindungi individu disabilitas di fasilitas layanan kesehatan. Dibutuhkan sosialisasi dan edukasi terkait kekerasan
seksual kepada tenaga medis dan caregiver disabilitas, juga harus ada dorongan pembuatan standar prosedur
yang baik menyangkut tindakan pemberian kontrasepsi dan pembuatan informed consent. Implementasi ini
harus dipantau oleh seluruh anggota masyarakat mulai dari RT/RW, komunitas, lembaga swadaya masyarakat,
hingga dinas kesehatan setempat.

Author Biographies

  • Fentia Budiman

    Komunitas Dokter Tanpa Stigma

  • Thiea Arantxa

    Komunitas Dokter Tanpa Stigma

References

Published

2025-12-04